Sumber: 9gag.com |
Beberapa hari ini di kota dimana saya menghabiskan banyak
waktu ini Jakarta, diguyur hujan. Entah itu pagi, kadang siang, tidak
terlewatkan juga sering diwaktu sore atau bahkan malam dan tengah malam. Saya tidak
terlalu suka hari hujan, tapi juga tidak terlalu membenci.
Saya senang melihat kaca jendela basah terpeciki air hujan,
indah untuk dihilat. Tiba-tiba seperti dapet
efek dramatisnya. Dingin ketika
disentuh. Dan itu entah mengapa menimbulkan rasa suka dan senang untuk
menyentuhnya berkali-kali ditempat yang berbeda
Apalagi ketika saya berada dalam bis malam hari yang penuh
dan tiba-tiba diluar hujan besar, bayangan tetesan air hujan di kursi bis atau
di tangan saya, terasa lebih indah. Lebih menyejukkan.
Saya tidak suka efek syahdu yang dibawa rintikan hujan, saya
suka keceriaan. Orang banyak memanfatkan hujan sebagai kamuflase agar tidak
terlihat menangis dibawah deraian hujan tersebut. Kenapa hujan tidak dibuatnya
ceria, kenapa harus disatukan dengan kenangan atau memori yang sedih dan pilu
dimasa lalunya. Bukankah hujan sebenarnya berkah dari sang Maha Pencipta?
Banyak yang bilang bahwa hujan dapat meresonansi otak
manusia sehingga dapat memunculkan lagi memori-memori masa lalu. Tapi kebanyakan
yang menulis hal tersebut, mengingat memori yang sedih. Kenapa bukan muncul
memori yang ceria yang membuat kita tiba-tiba tertawa sendiri ditengah hujan. Mungkin
orang menganggap hujan adalah kesempatan untuk merenung dan melamun sejenak
dari rutinitas sehari-hari, sehingga berkesempatan untuk mengenang memori “buruk”
ketimbang memori “baik”. Memori pun relatif bagi masing-masing orang bukan? Ada
yang mempunyai memori sama pada satu kejadian, tapi setiap orang yang
mengalaminya mempunyai sudut pandang dari mana memori akan sejadian tersebut
dipandangnya, apakah positif atau negatif.
No comments:
Post a Comment