Thursday 23 May 2013

Inggris di Indonesia

Suatu sore sepulang kerja, saya sedang di lobby menunggu kedua teman saya yang sedang salat di basement. Di depan saya ada seorang bapak berumur sekitar 40 tahunan, dengan wajah menunjukan bahwa dia berasal setidaknya dari Asia Selatan, India atau sekitarnya. Tak berselang lama, seorang wanita berwajah oriental datang dengan langkah pasti menuju si bapak tersebut, ternyata mereka sudah lama tak bertemu karena dari percakapannya menunjukan excited ketika kembali bertemu. Dan mereka berbincang dengan menggunakan bahasa Inggris. Dengan lancarnya mereka asik mengobrol dan saya hanya diam, pura-pura tak memperhatikan sambil curi-curi dengar dan membatin "Jir, urang teu ngarti naon nu diomongkeun
(saya tidak mengerti apa yang mereka katakan)". Ternyata Inggris saya masih amat dangkal.

Saya kira ketika orang-orang sewaktu dulu banyak yang bilang "Bahasa Inggris tuh penting buat nanti kerja" | "Interview kerja sekarang biasanya pake Inggris loh" | "bikin CV sekarang pake Inggris" | "masuk perusahaan asing, gade gajinya, tapi Inggrisnya harus lancar" itu hanya pepesan kosong semata. Nyatanya sekarang, saya yang berada di salah satu kota metropolitan di Bumi ini, dengan pekerja (hampir) dari seluruh penjuru dunia, bahasa Inggris menjadi benar-benar bahasa pemersatu. Bukan mengecilkan bahasa Indonesia, tapi bila kita dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan kita berbicara dengan bule, toh kita tidak bisa memaksakan mereka untuk mengerti apa yang kita katakan dengan bahasa Indonesia. Dan saya sedikit tercengang ketika melihat sendiri begitu banyaknya orang asing yang bekerja di Jakarta ini.

Hanya ingin membagi pengalaman, waktu itu saya ke job fair di Blu Plaza Bekasi. Saya memasukan satu CV saya di salah satu booth perusahaan yang selintas saya baca menyebut-nyebutkan pekerjaan di Jepang, saya tertarik, lalu saya memberikan CV saya pada seorang Ibu berkerudung, dia menyambutnya dengan ramah "Halo ..." sapanya, lalu sibuk membuka-buka CV saya. Dia bertanya tentang sekolah dan lainnya, sampai pada pertanyaan "Inggris kamu bagaimana?" saya bilang lumayanlah. Lalu pertanyaan berikutnya dia lontarkan menggunakan bahasa internasional itu, dengan populasi kosakata Inggris yang terekam di otak saya, saya berusaha untuk memadupadankan kata-kata yang meluncur deras dari mulutnya. Lalu saya menjawabnya dengan agak percaya diri, tik tok percakapannya lumayan lancar, saya agak bangga sedikit, ada butiran sombong dan puas pada hati saya. Tapi lebih dari itu, tingkat percaya diri saya agak naik, saya PD dengan kemampuan Inggris saya, sampai ......

Saya mendapat panggilan dari perusahaan tersebut, ternyata perusahaan tersebut adalah perusahaan outsourcing, mereka menyalurkan saya ke sebuah perusahaan Jepang yang memproduksi pipa besi di Cikarang. Bangga sekaligus tegang, semoga bisa masuk perusaan tersebut, bonafit dan terjamin, ah! impian banget lah. Saya datang ke perusahaan outsourcing tersebut pagi-pagi, tak hanya saya ternyata yang mendapat panggilan, ada 2 lainnya. Seorang wanita lulusan Sastra Jepang dan pria dari Unpad Sastra Arab kalau tak salah. Kami diantar dengan mobil ke Cikarang "Niat pisan ieu, nepi ka calon karyawan oge diuntar-anter make mobil ka Cikarang" (niat banget ini perusahaan sampai antar calon karyawan). Tibalah di perusahaan plus lokasi pabrik itu, saya yang masuk duluan untuk di interview, yang membuat saya kaget waktu masuk ruang interview ada 2 orang yang mewawancarai saya, satu orang Indonesia dan satu lagi Manager HR nya, orang Jepang. "Buset, mampus gue" asli panik langsung menyergap, ga tau apalah ini perasaan, pertama dimulai sesi wawancara langsung pakai bahasa Inggris. Dan seketika hampir seluruh kumpulan kata-kata yang saya kumpulkan dari kelas 4 SD belajar Inggris seperti di Ctrl+Shift+Delete, menghilang, lenyap entah kemana. Waktu si Indonesia bertanya sih masih ngerti, nah ketika si Jepang mulai buka suara, blank semua (cara pengucapan dan kemampuan bahasa Inggris si manager tersebut agak aneh, tidak biasa mendengarnya). Pertanyaan menjurus sangat serius, sangat to the point, ah! saya kebanyakan salah maksud dan salah menjawab. Kemampuan bahasa Inggris saya ternyata masih cemen, rasa sombong dan puas campur percaya diri, tersapu jauh tertiup angin, terbang hilang lenyap. Sedetik setelah saya keluar dari ruang tersebut, saya yakin tidak akan diterima, walau pun hati masih mengoar-ngoarkan harapan. Dan memang, beberapa minggu kemudian di pria dari Unpad meng-sms saya "Kamu dapat kabar ga?" saya menjawab tidak, dan dilanjutkan olehnya "Saya juga enggak, katanya cuma xxxxx (si wanita sastra Jepang) yang dapat panggilan". Ya sudahlah, ga perlu didramatisir, anggap saja sebagai pengalaman berharga bisa diwawancarai oleh orang asing, siapa tahu bisa lagi dan kali itu saya bisa masuk.

Kembali ke lobby, setelah menunggu beberapa lama, akhirnya teman saya yang tadi salat datang juga. Lalu saya dengan lantangnya, entah itu tenses nya benar atau salah berbicara ke teman saya itu "Thanks God you're here, I'm so confuse, so many people speak English back there" lalu kami tertawa, tawa lepas kendali.

Semoga suatu hari nanti, saya yang ada di posisi si Bapak dari India tadi, berbicara dengan teman berbahasa Indonesia di lobby sebuah gedung di luar negri dan orang mendengar tak mengeri apa yang kami katakan. Semoga cepat tercapai, ada yang mau ikut?

No comments:

Post a Comment