Saturday 25 May 2013

Pidato bagi "yang tercerahkan"


Pidato dari lulusan terbaik salah satu universitas favorit di luar negri:

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini.
Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.

Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.

Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”

Sumber: Young On Top

Ketika membaca terjemahan pidato tersebut di atas, akhirnya saya tahu dan mengerti arti dari perasaan yang tiba-tiba hinggap pada diri saya ketika dinyatakan lulus Agustus 2012 kemarin. Perasaan senang tapi anehnya tidak ada suka cita, perasaan lega tapi serasa dikejar-kejar dead line, perasaan bebas tapi terkurung pada satu dimensi tak kasat mata. Ternyata perasaan itu dinamakan "ketakutan".

Walau pun saya bukan lulusan terbaik dari kampus, fakultas dan jurusan saya, saya merasa semua yang pidato tersebut deskripsikan itu kalau kata anak sekarang "gue banget!". Bukannya merasa bangga atau sombong, tapi memang benar.

Ketika teman-teman lainnya sibuk dengan "lolos"nya pikiran mereka dari alarm yang telah diset beberapa jam sebelum kuliah dimulai, saya sudah duduk kece makan gorengan dikantin menunggu dosen datang.

Ketika teman yang lainnya sibuk sms memohon untuk titip absen dan menandatangani kertas absensi, saya sibuk mengoceh membalas sms mereka "sori uy, urang teu bisa pangnandatangankeun, sieun kanyahoan".

Ketika teman lain jalan-jalan, memang hanya keliling kota kembang sih, saya sedang menulis sekata dua kata dari SKS ekstra yang saya ambil.

Menyesal? Tidak sama sekali, hanya saja saya takut.
Takut rencana awal saya yang hanya kuliah untuk mengejar gelas S1 saya menjadi "senjata makan tuan".
Takut kalau niat saya lulus satu mata kuliah untuk mengambil nilai A atau B, bukan paham atau tidaknya dan itu bisa jadi bumerang buat saya.
Takut kalau tidak ada perusahaan yang mau menerima saya, karena saya tidak menguasai apa yang harusnya dikuasai.
Takut kalau .....

Takut kalau .....

Takut kalau .....

Ah! begitu banyak ketakutan dengan beraneka ragam kekhawatiran dan berjuta kemungkinan yang membuat saya resah setelah lulus.

Terkadang saya pikir, rugi juga ya jadi "mahasiswa baik". Dikenal baik oleh dosen, staff dan karyawan universitas. Selalu menyunggingkan senyum, berkata ramah dan kadang agak membungkuk (khas orang sunda).

Dan mungkin rasa takut itulah yang harus saya taklukan, agar si takut tidak memanggil teman-temannya yang lain lalu menetap, jadi benalu yang menguras semua rasa percaya diri saya yang sedikit demi sedikit sudah saya kumpulkan untuk bisa bertahan hidup dengan usaha saya sendiri.

Saya tidak tahu bisa sukses dalam berapa hari berapa minggu atau berapa tahun, yang penting saya bisa memberikan yang terbaik.

3 comments: